Kamis, 26 Desember 2013

Jepang Mengalami Krisis Anak-Anak, Begini Solusi Dari Pemerintahnya!


Jumlah penduduk Jepang semakin merosot dari tahun ke tahun.  Itu sebabnya pemerintah Jepang waktu ini sedang mengalami krisis anak-anak. Jumlah anak-anak tidaklah banyak, jadi alasan pemerintah Jepang merencanakan bom waktu demografis, untuk meledakkan jumlah populasinya.

Menurut ahli demografi Keisuke Nakashima, seorang profesor di Kobe City University serta pun senior di Aging Institute Global, program ini akan membutuhkan beberapa perubahan sosial yang cukup besar.


"Saya percaya masyarakat Jepang secara keseluruhan belum siap untuk diadopsi untuk realitas baru," sebagaimana ia mengatakan pada Tech Insider, dikutip Brilio.net Selasa (23/02).

Kenyataannya Jepang sedang menghadapi penurunan populasi. Pada 2015 lalu, negara ini memiliki angka kelahiran sebanyak 1.008.000 serta angka kematian sebanyak 1.302.000. Defisit populasi ini dapat jadi kepunahan masyarakat Jepang> Tentu aja ini jadi masalah serius. Sebuah tim ekonomi sedang menghitung mundur hingga tahun berapa kelahiran bayi terakhir di Jepang, yaitu hingga tahun 3776.

Saat ini, lebih dari 25% dari 127 juta orang Jepang berusia lebih dari 65 tahun. Tahun 2055 diperkirakan meningkat jadi 40%. perihal ini tentu aja akan meningkatkan beban biaya kesehatan. tak cuma secara finansial, tetapi secara lebih personal- BBC melaporkan bahwa sekitar 117.600 orang dalam rentang usia 15 hingga 29 tahun memilih mendedikasikan waktu mereka untuk merawat anggota keluarga.

Sementara itu, krisis demografi kayak ini memiliki tak sedikit faktor. Nakashima mengatakan bahwa salah satu faktor utamanya merupakan budaya kerja yang ekstrem di Jepang. PAra pekerja di Jepang diharapkan untuk bekerja hingga malam, nongkrong dengan rekan-rekan mereka, serta siap untuk bergerak di seluruh bagian Jepang atau di luar negeri demi memajukan karir mereka.

"Bagi yang masih lajang, susah untuk menemukan pasangan yang baik serta tepat untuk menikah," kata Nakashima. Sementara itu bagi pasangan yang telah menikah kemungkinan memiliki bayi akan kecil bila mereka bekerja sepanjang waktu. Nakashima menambahkan bila pasangan ingin memiliki bayi mau enggan mereka harus keluar dari pekerjaan.

Dalam pemerintahan Perdana Menteri Abe, Jepang ingin melakukan tak sedikit perihal untuk mendorong angka kelahiran. Kebijakan tersebut dituangkan dalam sebuah dokumen yang baru aja dirilis oleh kantor perdana menteri berjudul "Kebijakan Urgen Wujudkan Masyarakat yang Diharapkan Semua Warga Terlibat secara Dinamis - Menuju Siklus Positif Pertumbuhan serta Distribusi".

Kebijakan tersebut antara lain berisi mempercepat upaya untuk membangun keseimbangan kehidupan kerja. Selain itu Pemerintah Jepang pun berupaya mencegah perlakuan merugikan terhadap karyawan terutama dikala mereka meninggalkan pekerjaan karena kehamilan, persalinan serta perawatan anak.


Pemerintah Jepang pun menambah target peningkatan jumlah kelahiran dari 400.000 jadi 500.000 pada akhir tahun 2017. Tak cuma itu, pemerintah pun mendorong pemuda untuk menikah, dengan menawarkan aneka macam peluang perjodohan di masyarakat lokal. Selain itu pihak pemerintah pun berupaya memperbaiki fasilitas bagi penduduk Jepang yang mau hamil serta memberikan dukungan di setiap tahap kehamilan

Bagi Nakashima, beberapa inisiatif kebijakan ini lebih masuk akal daripada yang lain. Tetapi mengenai layanan kencan yang disponsori negara melalui 'headline-grabbing', masih dianggap buruk. Ia mengatakan "program itu tak efektif, tak berkelanjutan secara fiskal, serta tak memberikan kontribusi untuk memecahkan masalah mendasar yang wajah muda waktu ini."

Nakashima berharap perubahan ini benar-benar perlu terjadi di bagian struktur atasan perusahaan Jepang. Tapi, Nakashima mengkhawatirkan fakta bahwa para eksekutif perusahaan cenderung semakin tua, serta hampir semua laki-laki. "Mereka (para atasan perusahaan) cenderung menganggap upaya kayak biaya tambahan, serta membuat alasan bahwa, dalam pasar yang semakin global serta kompetitif, para eksekutif yang semakin tua tak bisa untuk perusahaan," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar