Jumat, 27 Desember 2013

Jangan Sampai Ketularan! Perilaku Abnormal Ini Jangkiti Generasi Muda Jepang


Fenomena hikikomori memang bukan kali ini muncul ke permukaan khalayak Negeri Matahari Terbit. tetapi nyatanya tetap jadi salah satu masalah sosial serta kesehatan di negara tersebut. Setidaknya ada sekitar satu juta orang, sebagian besar pria, telah mengunci diri mereka di kamar tidur serta tak keluar dari sana.

Dari laman ABC News, Sabtu (25/7) para profesional kesehatan Jepang sepakat untuk berupaya menghentikan masalah ini. karena hikikomori mengancam kondisi keutuhan keluarga serta perekonomian negara.


Setidaknya, kasus yang baru-baru ini muncul merupakan Yuto Onishi (18), yang hampir tiga tahun mengalami hikikomori. Dia kerap tidur pada siang hari serta melek pada malam hari. Waktunya dia habiskan untuk berselancar internet serta membaca manga (komik Jepang). Selain itu, dia menolak menjalin interaksi dengan kawan-kawannya, bahkan keluarganya. Dia cuma keluar pada tengah malam untuk makan, itu pun dengan cara menyelinap. "Aku tahu ini abnormal, tetapi aku tak dapat mengubahnya. Itu (mengurung diri di kamar) membuatku merasa nyaman," terang pemuda itu.

Bila diusut ke belakang, Yuto gagal jadi pemimpin kelas semasa SMP. Untuk mengatasi rasa malu serta penilaian orang lain, dia mengundurkan diri. Nah, dari sini memunculkan kesimpulan bahwa mereka yang mengalami hikikomori memiliki pengalaman mendapat tekanan dari keluarga serta masyarakat yang terlalu berat ditanggung.

"Dalam masyarakat Barat, bila tetap di dalam ruangan, mereka akan dikabarhu untuk keluar. tak kayak di Jepang, anak akan dibiarkan bermain serta berhadapan dengan layar, bukan kehidupan nyata," ujar Takahiro Kato, seorang dokter ahli hikikomori di Jepang. Sehingga, dapat dikatakan pula hikikomori hasil dari pengaruh budaya serta pola asuh yang membuat seseorang secara emosional bergantung pada sosok ibu.

Untuk mengatasi hikikomori, bukan cuma fokus pada aspek psikologis, melainkan pun sosial serta biologis. Pemulihannya dapat memakan waktu lama bila gejala hikikomori pun semakin lama. kayak pasien Takahiro yang berusia 23 tahun, dia telah menjalani terapi selama satu tahun. Pasien ini mengatakan bahwa ibunya merupakan sosok mayoritas serta suka menekannya untuk kerap sempurna di sekolah. Akhirnya, dia memilih mengurung diri di kamar.

Lebih lanjut, untuk pertama "menyentuh" mereka yang mengalami hikikomori merupakan menggunakan cara membangun kembali komunikasi serta kepercayaan.

Takahiro mengatakan bahwa pemulihan akan berhasil bila pola interaksi keluarga berubah, sehingga keluarga memang wajib terlibat konseling. Untuk kasus Yuto, dia telah mulai mau keluar kamar selama enam bukan belakangan, menggunakan teknik intervensi ini.


"Menghadapi syok sendirian itu amat susah dilakukan. tetapi bila kau melakukannya dengan orang lain, mereka dapat menunjukkan pandangan yang berbeda dari masa depan," terang Yuto.

Yuto seorang diri memiliki hasrat ingin bepergian serta bekerja di luar negeri. perihal ini pula yang memotivasinya lepas dari hikikomori.

Para ahli berharap, mereka yang masih mengurung diri di kamar karena hikikomori, mengalami perihal yang sama dengan Yuto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar