Kamis, 09 Januari 2014

Bisnis Prostitusi Ala Yakuza Jepang


Mafia Jepang Yakuza diketahui telah merambah ke Indonesia. Mereka melakukan pencucian uang serta menginvestasikan dana haram mereka pada beberapa perusahaan. Uangnya didapat dari bisnis mereka di Jepang, di mana bisnis prostitusi jadi salah satu andalan mereka.

“Dunia pelacuran tak sedikit yang dikelola para Yakuza. Mereka dapat berkembang karena memang tak sedikit permintaan dari kalangan laki-laki di Jepang,” kata Richard Susilo penulis buku ‘Yakuza Indonesia’ terbitan Kompas tahun 2013.


Keuntungan dari bisnis prostitusi ini amat menggiurkan. Apalagi tak jarang Yakuza seenaknya pada para pelacur yang dipekerjakannya. Mereka tak menggaji wanita-wanita malang ini dengan layak serta memeras tenaga. “Pelacuran merupakan portal uang Yakuza, selain judi, narkoba, serta pencucian uang,” kata Richard.

Berikut ini merupakan bisnis-bisnis para yakuza:

1. Pelacur anak serta remaja

Banyak lelaki Jepang amat menyukai anak-anak kecil yang biasa mereka sebut loli. Tarif paling murah sekitar 20.000 yen atau Rp 2 juta per jam. Jelas pelacuran anak serta remaja melanggar hukum. Pelakunya dijerat dua pasal sekaligus UU antiprostitusi serta UU kesejahteraan anak. Usia dewasa di Jepang merupakan 20 tahun.

Mengutip koran Nikkei, Richard menuliskan seorang gadis berusia 17 tahun harus melayani sedikitnya lima lelaki hidung belang yang menyukai anak kecil serta gadis remaja, setiap harinya. Pelacuran anak di bawah umur ini tak jarang disebut enjokosai. Mereka tumbuh subur seiring banyaknya penyimpangan prostitusi di kalangan laki-laki Jepang.

2. Ayam kampus ala Yakuza

Di Indonesia mahasiswi yang menjual diri disebut ayam kampus. Di Jepang, tak sedikit pula mahasiswi yang menjual diri. Para Yakuza dengan cerdik memanfaatkan biaya kuliah serta biaya hidup mahasiswi yang tinggi. tak sedikit mahasiswi terjerat prostitusi karena kesusahan ekonomi. Mereka kemudian menganggap jadi PSK merupakan pekerjaan profesional. kayak bekerja kantoran saja, sehingga tak ada rasa penyesalan. tetapi tak kerap para mahasiswi ini kerap melayani urusan ranjang. Ada yang cuma menemani tamu laki-laki di karaoke, kawan kencan, hingga foto model seksi.
Sekali mengencani mahasiswi tarifnya rata-rata 20.000 yen atau Rp 2 juta sekali kencan.

3. Pijat plus-plus

Mafia Jepang pun mengelola panti pijat. kayak biasa, panti pijat ini cuma kedok untuk masuk ke dalam sesi yang lebih intim, alias pijat plus-plus. Bulan April lalu, polisi menggerebek sebuah panti pijat Miko di tempat Kanda Tokyo. Menurut penyelidikan, panti pijat itu telah meraup keuntungan 100 juta yen atau Rp 10 miliar selama tiga tahun terakhir. Tarif pijat di sana 11.000 yen atau Rp 1,1 juta untuk satu jam. Dua jam meningkat jadi 18.000 yen atau Rp 1,8 juta. Makin tak sedikit variasi, makin mahal.

4. Sushi di atas tubuh wanita

Ini gaya jamuan tak lazim di mana makanan dihidangkan di atas tubuh cewek nirbusana. Untuk dapat layanan kayak ini, setiap orang kena tarif 15.000 yen atau Rp 1,4 juta. Gaya makanan kayak ini disebut nyotaimori. perihal ini dilarang di Jepang, tetapi para Yakuza menjalankannya di tempat prostitusi yang mereka kelola. Kalangan pimpinan Yakuza menikmati nyotaimori sambil minum minuman keras. Mereka pun dikawani para cewek yang siap memberikan pelayanan.

5. DVD Film Dewasa

Di Jepang, salah satu sumber dana Yakuza merupakan pelacuran serta bisnis DVD film dewasa. Dari DVD film dewasa aja penghasilan per bulan minimal 3 juta yen, atau sekitar Rp 300 jutaan dari satu toko. Sabtu 12 April 2013, polisi menggerebek tiga orang penjual DVD film dewasa di tempat Toshima Ikebukuro, Tokyo. Polisi menyita 20.000 piringan cakram DVD film dewasa.

Film dewasa di Jepang sebenarnya diperbolehkan alias legal. Syaratnya, alat kelamin harus disensor atau diburamkan. Produser film wajib menyensornya seorang diri sebelum diedarkan. Nah, Yakuza tak mau menyensor DVD film dewasa. Inilah yang membedakan film mereka dengan yang legal. Mereka pun tak jera beroperasi walau telah digerebek.

6. Live chatting dengan anak kecil

Perkembangan internet pun membuat Yakuza melirik bisnis live chatting seronok. Mereka menyiapkan jaringan internet dimana para laki-laki hidung belang dapat mengobrol dengan gadis-gadis di bawah umur.  Awalnya cuma mengobrol, lalu dapat aja para pelanggan meminta wanita-wanita itu melepaskan baju. Dalam enam bulan, mereka mengantongi keuntungan 220 juta yen atau Rp 22 miliar. bila dihitung, rata-rata setiap pelanggan mengeluarkan biaya sekitar Rp 2,7 juta setiap melakukan live chatting.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar